Oleh : Muhammad Iqbal Abdi Lubis, S.TP, M.P

Indonesia sebagai negara agraris memiliki cakupan lahan pertanian yang sangat luas. Hampir seluruh wilayah di Indonesia memiliki lahan yang diusahkan pada bidang pertanian, salah satunya adalah budidaya padi sawah.
Padi merupakan sumber bahan pangan utama masyarakat di Indonesia yang ketika diolah akan menghasilkan beras, selanjutnya beras diproses (dimasak) untuk kemudian menjadi nasi yang akan dikonsumsi. Liana dkk (2022) pada jurnal yang diterbitkan dengan judul “Analisis Hubungan Biaya Produksi Terhadap Luas Lahan Usahatani Padi Sawah Di Desa Alue Merbau Kecamatan Langsa Timur” memaparkan bahwa total luas lahan padi sawah di Indonesia mencapai 12 juta ha.


Indonesia sebagai negara kepulauan dengan total provinsi pada tahun 2023 sebanyak 38 provinsi memiliki luas lahan padi sawah yang berbeda-beda untuk tiap provinsi. Menurut data statistik yang dilaporkan oleh BPS (2023) bahwa luas lahan padi sawah di Indonesia pada tahun 2022 yang dalam hal ini diwakili dengan data luas panen padi sawah sebesar 10,6 juta ha seterusnya, potret luas panen padi sawah di Sumatera Barat hanya mampu menembus angka 288.510,67 ha atau hanya sekitar 2,72% dari total luas panen Indonesia.


Angka produksi padi di Indonesia pada tahun 2022 sebesar 55.670.219 ton dan mampu membawa Indonesia pada urutan ke empat (setelah China, India, dan Bangladesh) sebagai produsen beras terbesar di dunia. Kendati demikian, Indonesia masih saja melakukan impor beras dengan alasan menjaga ketahanan pangan.


Sumbangsih produksi beras dari setiap provinsi sangat diperlukan dalam mendukung Indonesia untuk keluar dari konsumen beras impor. Pada kenyataannya Provinsi Sumatera Barat hanya mampu menduduki urutan ke sebelas dalam hal produksi padi, selain sederet provinsi lainnya yang ada di Indonesia. Kemudian, rata-rata produktivitas padi sawah terhadap luas panen di Sumatera Barat hanya mampu mencapai angka 4,93 ton/ha dan jauh berbeda dengan Provinsi Bali yang mampu mencapai angka 6,03 ton/ha.


Berdasarkan penelitian yang pernah penulis laksanakan pada Agustus 2018 – Februari 2019 di Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman rata-rata produktivitas mampu mencapai 6,03 ton/ha dan produktivitas tertinggi pada suatu petak lahan mampu mencapai 8,20 ton/ha.


Dengan kata lain, menggunakan sedikit sentuhan invensi dan inovasi teknologi maka produktivitas lahan di Sumatera Barat dapat ditingkatkan. Seterusnya, dengan inovasi teknologi ini akan mampu menjadi salah satu cara dalam menjaga kedaulatan pangan. Masalah stabilitas menuju kedaulatan pangan di Indonesia masih menjadi sebuah kekhawatiran sekaligus menjadi tantangan yang harus diantisipasi dan dicarikan alternatif solusinya.


Berkaca dari penelitian yang telah dilakukan peneliti sebelum ini maka beberapa invensi dan inovasi teknologi dapat diterapkan. Beberapa invensi dan inovasi teknologi yang dapat diterapkan adalah penerapan mesin pertanian modern seperti hand tractor atau mini hand tractor dalam hal pengolahan lahan pra tanam; menetapkan benih yang akan digunakan terlebih dahulu untuk kemudian dapat menetapkan waktu penyemaian, penanaman & metode tanam yang dipakai; membuat jadwal pemberian pupuk; menentukan waktu penggunaan pestisida; menetapkan periode penyiangan gulma; serta menentukan metode dan waktu yang optimal untuk panen (red. agar bulir padi boneh (berisi/penuh/padat)).


Penerapan inovasi teknologi dalam hal penerapan mesin pertanian modern di provinsi Sumatera Barat tidak dapat disamaratakan. Hal ini dikarenakan topografi lahan padi sawah di provinsi Sumatera Barat yang tidak seragam (ada yang lereng berjenjang dan datar). Kita ambil sampel saja misal pada lahan dengan topografi berjenjang seperti di kabupaten Tanah Datar, tentu tidak akan bisa diterapkan jenis mesin pertanian modern yang sama (red. four-wheel tractor / hand tractor / combine harvester) dengan lahan dengan topografi datar yang cenderung dapat menggunakan mesin-mesin pertanian modern sebagaimana telah diredaksikan di atas.


Oleh karena itu, perlu diambil langkah yang bijak misal dengan melakukan inovasi teknologi berupa modifikasi alat yang disesuaikan dengan kondisi topografi lahan, atau pemanfaatan invensi berupa proses/cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi padi sawah di Sumatera Barat, baik berdasarkan hasil penelitian maupun temuan berupa ide-ide petani di lapangan.


Penerapan invensi dan inovasi teknologi sebagaimana telah dijabarkan di atas, tentu memiliki tantangan tersendiri. Adapun tantangan vital dalam penerapan invensi maupun teknologi adalah finansial petani, kemudian apabila finansial ini terpenuhi maka tantangan berikutnya adalah kepiawaian dalam menerapkan invensi dan inovasi teknologi tersebut.

Dua masalah vital di atas yang apabila sudah mampu untuk diselesaikan, maka masalah berikutnya adalah sustainability controlling (pengendalian berkelanjutan). Dimana, apabila dua masalah di atas telah terselesaikan, kemudian penerapan invensi dan inovasi teknologi telah memberikan impak terhadap peningkatan produksi pada tahun pertama. Maka, tanpa adanya pengendalian yang berkelanjutan tidak akan dapat dijamin keberlanjutan peningkatan ataupun stabilitas produksi padi sawah. Adapun peran controlling ini dapat dipercayakan pada level pemerintah dan atau dosen (melalui tri dharma penelitian dan pengabdian kepada masyarakat).

*Tulisan ini sudah pernah terbit di https://timesindonesia.co.id/